Dalam peta jalan menuju Indonesia Emas 2045, Ketahanan Nasional tidak hanya tentang kekuatan militer atau stabilitas politik, tetapi juga tentang kemampuan pemerintahan untuk beradaptasi dengan dinamika global, mengelola krisis, dan membangun kepercayaan publik melalui transparansi. Pilar keempat dalam Visi 2045 ini menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang responsif, akuntabel, dan inklusif sebagai fondasi kemajuan bangsa. Di tengah ancaman perubahan iklim, ketegangan geopolitik di kawasan Asia Pasifik, disrupsi teknologi, dan polarisasi sosial, Indonesia membutuhkan sistem pemerintahan yang tidak hanya kuat, tetapi juga adaptif dan terbuka.
Seri Blog: Bersama Wujudkan Indonesia Emas 2045 bagian ke-5 ini membahas Pilar ke 4: Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan, yang menjadi fondasi utama dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Dengan fokus pada reformasi birokrasi, supremasi hukum, serta tata kelola yang berbasis teknologi digital, kita akan mengeksplorasi bagaimana Indonesia dapat memperkuat stabilitas nasional dengan membangun pemerintahan yang adaptif dan transparan.
Pengantar Seri Blog: Bersama Wujudkan Indonesia Emas 2045 Kontribusi Kecilmu, Masa Depan Besar Bangsa!
Selamat datang di Blog Series “Visi Indonesia Emas 2045″—sebuah rangkaian tulisan yang akan mengupas tuntas cita-cita besar bangsa kita untuk menjadi negara maju, berdaulat, dan berkeadilan di tahun 2045. Dalam usia 100 tahun kemerdekaannya, Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi global. Namun, perjalanan menuju visi tersebut memerlukan kerja keras, kolaborasi, dan kontribusi dari seluruh elemen masyarakat.
Melalui blog series ini, Anda akan diajak memahami empat pilar utama pembangunan menuju Indonesia Emas 2045, tantangan yang perlu diatasi, serta langkah strategis yang bisa diambil. Kami juga akan membahas peran individu, bisnis, dan pemerintah dalam mewujudkan visi besar ini. Mari bersama-sama kita menjadi bagian dari perubahan besar untuk Indonesia yang lebih baik!
Daftar Isi Seri Blog: Bersama Wujudkan Visi Indinesia Emas 2045
Bagian 1: Visi Indonesia Emas 2045 – Menyongsong Masa Depan Indonesia yang Berdaulat dan Sejahtera
Bagian 2: Pilar Pembangunan SDM dan Penguasaan IPTEK
Bagian 3: Pilar Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
Bagian 4: Pilar Pemerataan Pembangunan
Bagian 5: Pilar Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan
Bagian 6: Bonus Demografi: Tantangan dan Peluang
Bagian 7: Transformasi Digital untuk Masa Depan
Bagian 8: Peran UMKM dalam Visi Indonesia 2045
Bagian 9: Ekonomi Kreatif dan Pariwisata di 2045
Bagian 10: Visi, Aksi, dan Peran Kita
Slogan untuk ketahanan nasional kita pilih: “Bersama Membangun Ketahanan, Menuju Pemerintahan Transparan!”
Tantangan Ketahanan Geopolitik di Kawasan Asia Pasifik
Sebagai negara kepulauan maritim terbesar di dunia, Indonesia dengan posisi strategis yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, memiliki tiga selat utama yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Makassar yang menjadikan Indonesia jalur perdagangan dunia yang sangat vital.
Selain memiliki keunggulan geografis, Indonesia juga dianugerahi sumber daya alam yang melimpah, termasuk minyak bumi, gas alam, serta berbagai mineral strategis seperti nikel, bauksit, dan batu bara, yang berperan penting dalam industri global. Dengan kekayaan alam yang begitu besar, Indonesia memiliki potensi untuk membangun kemandirian ekonomi tanpa harus bergantung pada pinjaman asing.
Namun, agar potensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal, diperlukan tata kelola yang transparan, pemerintahan yang adaptif, serta kebijakan yang berorientasi pada keberlanjutan dan hilirisasi industri. Pengelolaan sumber daya yang efektif bukan hanya akan memperkuat ketahanan ekonomi nasional, tetapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat dan daya saing Indonesia di kancah global.
Kawasan Asia Pasifik terus mengalami dinamika geopolitik yang kompleks, dipengaruhi oleh persaingan ekonomi dan militer antara kekuatan global seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Konflik di Laut China Selatan menjadi salah satu titik panas yang dapat mempengaruhi stabilitas kawasan, dengan negara-negara ASEAN termasuk Indonesia harus menjaga keseimbangan antara kedaulatan nasional dan hubungan diplomatik yang strategis. Selain itu, perubahan aliansi dan kebijakan ekonomi di Asia Pasifik juga mempengaruhi ketahanan nasional Indonesia. Perjanjian perdagangan bebas, kebijakan tarif, dan dominasi teknologi oleh negara-negara besar dapat membawa tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia dalam memperkuat posisi ekonomi dan diplomasi.
Indonesia perlu mengembangkan strategi ketahanan yang lebih fleksibel dan adaptif, termasuk memperkuat peran diplomasi maritim, membangun kerja sama pertahanan yang strategis dengan mitra internasional, serta memastikan bahwa kebijakan luar negeri tetap berlandaskan pada kepentingan nasional dan keseimbangan geopolitik yang dinamis.

Pemerintahan yang Adaptif: Menghadapi Tantangan Global dan Domestik
Sudah kita bahas sebelumnya di Seri Blog: Bersama Wujudkan Indonesia Emas 2045 bagian ke 1 hingga 4, bahwa bangsa ini menghadapi tantangan multidimensi. Indonesia tidak hanya dihadapkan pada tantangan internal, tetapi juga tekanan eksternal dari dinamika geopolitik di kawasan Asia Pasifik. Sebagai negara berkembang dengan posisi strategis, kita berhadapan dengan berbagai isu, seperti persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, konflik Laut China Selatan, serta perubahan lanskap ekonomi akibat perjanjian perdagangan bebas. Ketahanan nasional tidak dapat terlepas dari kemampuan Indonesia dalam menavigasi kepentingan geopolitik tersebut. Diplomasi yang adaptif, kerja sama pertahanan regional, serta kebijakan luar negeri yang mandiri menjadi elemen kunci dalam menjaga stabilitas nasional dan keberlanjutan pembangunan ekonomi.
Di era globalisasi, Indonesia harus memiliki pemerintahan yang adaptif terhadap perubahan cepat dalam berbagai aspek, seperti geopolitik, ekonomi digital, serta krisis iklim. Pemerintahan yang adaptif adalah pemerintahan yang mampu belajar, berubah, dan berinovasi sesuai kebutuhan zaman, ditandai dengan tiga elemen utama:
- Kebijakan Berbasis Data dan Artificial Intelligence (AI), Pemerintahan yang adaptif memanfaatkan teknologi seperti AI untuk memprediksi krisis ekonomi, pola migrasi penduduk, hingga pergerakan pasar global. Misalnya, sistem big data dapat digunakan untuk mengoptimalkan distribusi anggaran daerah berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat.
- Transformasi Digital dalam Pelayanan Publik, Implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) telah meningkatkan efisiensi layanan, dengan 82% instansi pemerintah kini menggunakan platform digital (KemenPANRB, 2023). Contoh suksesnya adalah aplikasi Satu Data Indonesia yang memudahkan akses data terbuka untuk publik. Digitalisasi pemerintahan tidak hanya mempercepat birokrasi, tetapi juga meningkatkan transparansi dalam kebijakan publik. Program e-Government yang mencakup sistem administrasi digital dan layanan publik berbasis AI dapat mengurangi praktik korupsi serta mempercepat pengambilan keputusan.
- Fleksibilitas Regulasi dan Respon Krisis, Regulasi yang rigid sering kali menghambat respons cepat terhadap perubahan situasi global dan domestik. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi yang lebih fleksibel tetapi tetap mengedepankan prinsip akuntabilitas.
Supremasi Hukum dan Transparansi: Pilar Stabilitas Nasional
Ketahanan nasional tidak akan tercapai tanpa adanya supremasi hukum yang kuat dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan dengan melibatkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan. Sayangnya, korupsi, lemahnya penegakan hukum, serta ketimpangan akses terhadap keadilan masih menjadi tantangan besar. Untuk itu, beberapa langkah konkret harus dilakukan:
- Pemberantasan Korupsi yang Berkelanjutan
Kembali lagi Korupsi menjadi akar masalah di Indonesia, Indonesia menduduki peringkat 110 dari 180 negara dalam Corruption Perceptions Index 2023. Entah cara apalagi yang harus kita lakukan untuk memberantas korupsi di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Mungkin “Cutting Generation” adalah langkah yang harus diambil untuk membersihkan aparatur pemertintah dari jiwa-jiwa korup yang menghambat pembangunan. - Reformasi Penegakan Hukum
Sistem hukum yang berkeadilan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Transparansi dalam sistem peradilan, keterlibatan juri independen dalam analisis kasus hukum, serta reformasi dalam perekrutan hakim dan jaksa adalah langkah krusial. - Meningkatkan Partisipasi Publik dalam Kebijakan Pemerintah
Pemerintah yang transparan adalah pemerintah yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan kebijakan. Forum konsultasi publik berbasis digital serta akses terbuka terhadap data pemerintahan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin mereka. Inisiatif seperti Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) dan SDG Nasional melibatkan masyarakat dalam menyusun kebijakan, meski partisipasi perempuan dan kelompok marjinal masih rendah (30%).
Tata Kelola yang Berorientasi pada Masa Depan: Reformasi Birokrasi dan Desentralisasi yang Efektif
Birokrasi di Indonesia terkenal sangat lamban, dan bahkan seringkali menjadi ejekan para expatriat di media sosial, terutama linkedin. Sebagai anak bangsa, sakit hati memang ketika membaca ejekan-ejekan tersebut melintas di headline media sosial, tetapi memang begitu adanya, birokrasi kita mungkin terburuk se-Asia Tenggara saat ini.
Untuk meningkatkan efektivitas tata kelola pemerintahan, reformasi birokrasi harus lebih dari sekadar penyederhanaan administrasi. Dengan Cutting Generation, Indonesia dapat memilih aparatur negara yang mempunyai keahlian sesuai bidangnya dan integritas yang dipilih sebagaimana layaknya perusahaan swasta memilih karyawan terbaiknya, tidak ada lagi kolusi, korupsi, dan nepotisem. Kemudian berfokus pada peningkatan efisiensi birokrasi melalui penerapan sistem digital dalam layanan publik, termasuk pembayaran layanan secara digital, peningkatan transparansi dalam pengelolaan anggaran, serta mekanisme evaluasi kinerja berbasis data (Key Performance Indicator).
Reformasi Birokrasi: Membangun Sistem Pelayanan Publik Berkelas Dunia
Reformasi birokrasi bukan sekadar mengganti regulasi usang, tetapi mentransformasi mindset pelayanan publik dari government-centric menjadi citizen-centric. Setelah penataan ulang struktur aparatur, langkah krusial berikutnya adalah menghapus kebijakan kolonial yang masih membelenggu, seperti Indische Staatsregeling yang memicu birokrasi berbelit dan hierarki kaku.
Reformasi birokrasi yang selama ini didorong tampaknya belum memperhitungkan dengan sungguh-sungguh dampak dari Revolusi Industri 4.0 itu sendiri. Beberapa ketentuan di dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terkesan sejalan dengan Revolusi Industri 4.0, tapi sesungguhnya ketentuan tersebut hanya mengakomodasi dukungan terhadap penerapan e-government yang sudah dilaksanakan oleh Negara-negara maju.
Data Bappenas (2023) menunjukkan, 32% regulasi di tingkat daerah masih mengadopsi sistem kolonial, seperti perizinan usaha berbasis “izin prinsip” yang menghambat investasi. Kebijakan warisan kolonial ini seringkali diskriminatif, lebih melayani kepentingan elit dan asing daripada rakyat kecil. Contoh nyata: UU Agraria warisan Belanda yang memicu konflik lahan di 1.752 desa (KPA, 2023), serta sistem kerja kontrak outsourcing yang memperlebar jurang ketenagakerjaan.
Berikut adalah usulan beberapa Lngkah Strategis Reformasi Birokrasi:
Penyederhanaan Regulasi dengan “Regulatory Guillotine”
- Contoh Inspirasi: Singapura menghapus 60% regulasi usang dalam 5 tahun melalui Regulatory Review Committee. Hubungannya dengan pemerintah kita, langkah seperti:
Mencabut 3.481 peraturan daerah (perda) yang tumpang tindih dan menghambat investasi (Kemendagri, 2023). - Menerapkan omnibus law sektoral untuk harmonisasi UU, seperti revisi UU Perpajakan dan UU Kepabeanan.
- Mempermudah perizinan usaha: Target waktu proses izin usaha maksimal 3 hari, mengacu pada standar Singapura (1,5 hari) vs Indonesia saat ini (14–28 hari).
Transparansi dan Akuntabilitas melalui Digitalisasi
- Transparansi Data dan E-Procurement: Langkah yang tengah diambil oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melalui Platform e-procurement telah mengurangi kebocoran anggaran hingga 23% (BPK, 2023), tetapi perlu sosialisasi nasional untuk mengajak seluruh elemen masyarakat ikut terlibat dalam pengawasan penggunaan APB / APBD melalui Aplikasi Monitoring Evaluasi Lokal (AMEL).
- Pelaporan Publik Real-Time: Implementasi sistem Aplikasi Satu Data Indonesia memangkas waktu layanan administrasi kependudukan dari 7 hari menjadi 2 jam merupakan langkah yang patut kita apresiasi dan kembangkan.
- Hilangkan Mentalitas Birokrat Kolot: 45% ASN masih resisten terhadap perubahan karena budaya asal bapak senang dan ketakutan kehilangan “proyek basah”. Masih maraknya “titipan proyek” dari elite politik dalam pengadaan barang/jasa, merusak prinsip meritokrasi.
Dengan reformasi ini, Indonesia dapat membangun birokrasi yang lebih profesional, responsif, dan inklusif dalam mencapai visi besar menuju Indonesia Emas 2045.
Desentralisasi yang Efektif untuk Negara Kepulauan
Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 1.300 suku, ratusan bahasa daerah, serta sumber daya yang tersebar luas, Indonesia membutuhkan model desentralisasi yang efektif agar setiap daerah dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Desentralisasi yang ideal bukan hanya tentang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, tetapi juga memastikan bahwa sumber daya, kapasitas, dan kebijakan yang diberikan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata.
Salah satu tantangan terbesar dalam desentralisasi adalah ketimpangan fiskal antara daerah maju dan tertinggal. Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tinggi memiliki kapasitas pembangunan lebih baik dibandingkan daerah dengan sumber daya terbatas. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme distribusi fiskal yang lebih adil, seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), untuk memastikan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dapat merata di seluruh wilayah.
Selain itu, desentralisasi harus didukung dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di tingkat lokal. Pemerintah daerah perlu memiliki aparatur yang kompeten dalam merancang kebijakan berbasis data dan inovasi teknologi. Dengan transformasi digital, pemerintah daerah dapat memanfaatkan sistem e-Government untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pelayanan publik.
Keberhasilan desentralisasi juga sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan. Masyarakat perlu diberi ruang lebih besar dalam musyawarah perencanaan pembangunan daerah (Musrenbang) agar setiap kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan aspirasi dan kebutuhan lokal.
Dengan desentralisasi yang efektif, setiap wilayah di Indonesia dapat berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan nasional, menciptakan pemerataan ekonomi, serta memperkuat ketahanan nasional dalam menghadapi tantangan global dan domestik.
Keamanan Energi, Pangan, dan Digital sebagai Elemen Vital
Ketahanan nasional yang tangguh tidak dapat dicapai tanpa keamanan di tiga sektor utama: energi, pangan, dan digital. Indonesia perlu memastikan bahwa ketergantungan terhadap energi impor dapat dikurangi dengan mendorong penggunaan energi terbarukan serta penguatan cadangan strategis. Keamanan pangan juga harus ditingkatkan melalui inovasi di sektor pertanian, investasi dalam teknologi agrikultur, dan pengurangan ketergantungan pada impor bahan pangan utama.
Selain itu, era digital menuntut Indonesia untuk membangun ketahanan siber guna melindungi data dan infrastruktur digital dari ancaman serangan siber. Penguatan regulasi data, peningkatan kapasitas keamanan siber nasional, serta peningkatan literasi digital bagi masyarakat menjadi prioritas dalam mewujudkan Indonesia yang siap menghadapi tantangan era digital.
Ketahanan nasional yang kuat tidak hanya bergantung pada stabilitas militer, tetapi juga pada pemerintahan yang transparan, adaptif, dan akuntabel. Dengan memanfaatkan teknologi, memperkuat supremasi hukum, serta mengoptimalkan reformasi birokrasi, Indonesia dapat menciptakan sistem pemerintahan yang lebih tangguh dalam menghadapi tantangan masa depan.
Namun, keberhasilan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata. Seluruh elemen masyarakat—baik akademisi, dunia usaha, maupun masyarakat sipil—harus turut berperan dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Mari bersama wujudkan ketahanan nasional yang lebih kuat dengan membangun tata kelola pemerintahan yang adaptif dan transparan!
Bersama Membangun Ketahanan, Menuju Pemerintahan Transparan!